Loading...
Potret Vulgar Pelanggaran Hukum
Oleh : Agus R Butarbutar (Sekretaris SPSI Siantar)
Beberapa waktu yang lalu saya membaca di beberapa Media Online bahwa di Siantar 80 persen pengusaha tidak membayar upah sesuai UMK. menurut Dinsosnaker kota Pematangsiantar bahwa jumlah perusahaan di Siantar sebanyak 316 perusahaan yang artinya mayoritas pengusaha tidak membayar upah sesuai UMK yang telah di tetapkan pemerintah kota.
Hal ini ini sebuah fakta ironi pekerja/buruh di kota Pematangsiantar dimana sebuah tontonan vulgar pelanggaran pidana di hadapan kita semua ,tanpa adanya tindakan maupun fungsi kepengawasan Dinsosnaker Pematangsiantar dalam membela kaum buruh/pekerja yang notabene lemah di banding pengusaha .
Sebagaimana amanah yang tertuang konstitusi UUD1945, telah menjamin hak dasar warga Negara dalam hal penghidupan yang layak sesuai dengan derajat kemanusiaan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (2), yang menyebutkan secara jelas bahwa, "tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Hal ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 23 ayat (1) yang mengatakan” bahwa setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya,”, ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
Ketidakberdayaan Pemko Siantar/Dinsosnaker
Implementasi dalam pelaksanaan pemenuhan hak atas upah (UMK) yang layak, tidak berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Hak atas penghidupan yang layak, termasuk didalamnya menyangkut sistem pengupahan yang adil, masih sulit terpenuhi akibat ketidakberdayaan Pemko Pematangsiantar dalam hal ini Dinsosnaker di hadapan para pengusaha ( para pemilik modal).
Sistem pengupahan kita tidak hanya menyangkut praktek politik upah murah. Namun persoalan pengupahan juga terjadi dalam hal pelanggaran akan kewajiban pengusaha dalam memberikan imbalan/upah bagi para buruh (pekerja) sesuai dengan standar upah minimum yang telah ditentukan.
Sepatutnya bertindak sebagai pihak yang harus memastikan hak atas upah yang adil dan layak sesuai yang ditetapkannya tersebut, namun justru tunduk dan diam terhadap praktek dalam pemenuhan hak upah yang layak bagi buruh/pekerja, dan terkesan pembiaran terhadap pengusaha-pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban membayar upah sesuai dengan standar upah minimum yang telah diperintahkan undang-undang tanpa adanya tindakan yang semestinya.
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kasus pengusaha yang tidak membayar upah buruh/pekerja sesuai dengan upah minimum ini, tidak boleh dipandang sepele. Ini jelas merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang sedang dipertontonkan secara vulgar dihadapan kita. Dinsosnaker Pematangsiantar telah lalai melaksanakan peraturan yang dibuatnya sendiri, sebab diam dan bisu disaat pengusaha secara nyata mengabaikan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Undang-undang.
Sumber : BeritaPekerja.com
Oleh : Agus R Butarbutar (Sekretaris SPSI Siantar)
Beberapa waktu yang lalu saya membaca di beberapa Media Online bahwa di Siantar 80 persen pengusaha tidak membayar upah sesuai UMK. menurut Dinsosnaker kota Pematangsiantar bahwa jumlah perusahaan di Siantar sebanyak 316 perusahaan yang artinya mayoritas pengusaha tidak membayar upah sesuai UMK yang telah di tetapkan pemerintah kota.
Hal ini ini sebuah fakta ironi pekerja/buruh di kota Pematangsiantar dimana sebuah tontonan vulgar pelanggaran pidana di hadapan kita semua ,tanpa adanya tindakan maupun fungsi kepengawasan Dinsosnaker Pematangsiantar dalam membela kaum buruh/pekerja yang notabene lemah di banding pengusaha .
Sebagaimana amanah yang tertuang konstitusi UUD1945, telah menjamin hak dasar warga Negara dalam hal penghidupan yang layak sesuai dengan derajat kemanusiaan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (2), yang menyebutkan secara jelas bahwa, "tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Hal ini juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 23 ayat (1) yang mengatakan” bahwa setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya,”, ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
Ketidakberdayaan Pemko Siantar/Dinsosnaker
Implementasi dalam pelaksanaan pemenuhan hak atas upah (UMK) yang layak, tidak berjalan dengan baik sesuai dengan harapan. Hak atas penghidupan yang layak, termasuk didalamnya menyangkut sistem pengupahan yang adil, masih sulit terpenuhi akibat ketidakberdayaan Pemko Pematangsiantar dalam hal ini Dinsosnaker di hadapan para pengusaha ( para pemilik modal).
Sistem pengupahan kita tidak hanya menyangkut praktek politik upah murah. Namun persoalan pengupahan juga terjadi dalam hal pelanggaran akan kewajiban pengusaha dalam memberikan imbalan/upah bagi para buruh (pekerja) sesuai dengan standar upah minimum yang telah ditentukan.
Sepatutnya bertindak sebagai pihak yang harus memastikan hak atas upah yang adil dan layak sesuai yang ditetapkannya tersebut, namun justru tunduk dan diam terhadap praktek dalam pemenuhan hak upah yang layak bagi buruh/pekerja, dan terkesan pembiaran terhadap pengusaha-pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban membayar upah sesuai dengan standar upah minimum yang telah diperintahkan undang-undang tanpa adanya tindakan yang semestinya.
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kasus pengusaha yang tidak membayar upah buruh/pekerja sesuai dengan upah minimum ini, tidak boleh dipandang sepele. Ini jelas merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan yang sedang dipertontonkan secara vulgar dihadapan kita. Dinsosnaker Pematangsiantar telah lalai melaksanakan peraturan yang dibuatnya sendiri, sebab diam dan bisu disaat pengusaha secara nyata mengabaikan kewajiban yang telah diperintahkan oleh Undang-undang.
Sumber : BeritaPekerja.com
loading...
Posting Komentar